Aku, tak berbeda jauh dengan ibu-ibu zaman kini, ingin tetap bereksistensi. Mempunyai penghasilan sendiri sangat menggiurkan ditengah ekonomi yang pas-pasan dengan berbagai tuntutan (termasuk aku). Atau mungkin mempunyai penghasilan sendiri sangat menggiurkan untuk memenuhi tuntutan gaya hidup, nafsu zaman yang melenakan. Aku pun bisa jadi termasuk yang kedua karena merasa mati gaya setelah hanya berkiprah di dunia domestik kerumahtanggaan.
Ada solusi yang ditawarankan oleh zaman ini bagi ibu-ibu yang ingin tetap berpenghasilan namun bisa tetap mengutamakan keluarga, yaitu berjualan dari rumah. Akses online terbuka lebar. Media sosial menjadi ajang mencari rizki yang sangat prospektif dan menggiurkan. Sudah banyak kisah para wanita sukses berbisnis online dari rumah, bahkan penghasilannya bisa lebih banyak daripada suaminya yang bekerja formal diluar rumah. Akupun orang yang hampir tergiur dengan solusi ini. Terlebih dulu suamiku sangat mendorongku untuk bisa berbisnis dari rumah. Aku yang tadinya goyah, hingga akhirnya mantab ingin mengikuti jejak mereka dengan berbisnis dari rumah secara online. Aku yang sebenarnya tidak ingin terlalu "bergantung" dengan media sosial akhirnya harus memaksakan diriku untuk akan "lebih bersahabat" dengannya. Media sosial sering kali membuatku muak melihat manusia-manusia bertopeng, orang yang mudah sekali mengumbar aibnya sendiri, orang yang pamer, orang yang seperti tak memiliki kehidupan privasi. Aku bersyukur aku bukan tipe orang yang terlalu konsumtif, media sosial benar-benar menggiurkan untuk memiliki berbagai hal, semua orang menawarkan barang dagangannya. Tak ayal sering kali akupun tergoda. Untunglah kantong pas-pasan untuk hidup dan tidak mengikuti tuntutan gaya hidup. Fiuhh...Hahaa...
Aku kira malam tadi kau sedang menguji seberapa kuat keinginanku memulai bisnis, padahal sebelumnya aku sudah menolak. Alasanku hanya karena aku tak memiliki passion berjualan, dan masih merasa keteteran mengerjakan urusan domestik rumah tangga.
Beberapa hari ini sungguh aku berusaha menghilangkan semua alasan apapun yang melemahkanku, mengumpulkan kekuatan hati untuk memulainya. Mencoba untuk "mulai saja dulu".
"Bisnis itu untuk happy dijalanin, bukan buat jadi beban, apalagi kalau kamu cuma untuk side job. Cari yang disuka". Begitu katamu. Ya aku belum menemukan bisnis apa yang aku suka. Tapi saat itu dibenakku sudah bulat, jalani saja dulu. Teringat doronganmu dulu untuk memulai usaha. Tapi malam ini semua keinginan itu berubah setelah mendengarkan pemaparanmu (suamiku). Sepertinya engkau berubah pikiran. Kamu kembali kepada aturan dalam Islam. Hati kecilku pun sebenarnya lebih sependapat dengan penjelasanmu malam ini daripada mimpi kami sebelumnya, yaitu aku bisa menjalankan usaha online dari rumah dan setelah stabil baru kamu yang ambil alih. Berhenti kerja dan fokus berbisnis. Ingin segera memiliki rumah. Resikonya adalah mungkin anak dan rumah akan terbengkalai sementara waktu.
"Allah itu sudah menjamin rizki kita. PASTI CUKUP. Dan yang bertugas mencari rizki adalah suami bukan istri. Islam itu sudah mengatur dengan baik. Wanita dirumah dengan segala peran pentingnya, laki-laki yang berusaha diluar. Orang-orang nonis sudah mulai ngikutin konsep islam. Ini malah orang-orang islamnya ngikutin konsep sekuler" Begitu katamu. "Kalau bunda pengen cepet punya rumah, ayah aja yang cari tambahan. Bunda fokus dirumah urus anak, suami, rumah, dan support ayah bisnis. Jangan bisnis sendiri. Kalau bunda ikutan bisnis nanti rumah dan anak jadi ga keurus, sekarang aja masih keteteran. Apalagi sebentar lagi anak jadi dua. Kalau semua diurus bunda bisa jadi hemat pengeluaran. Ga perlu beli makan mahal diluar, ga perlu ngeluarin buat laundry, dll. Kalo bunda bisnis juga pasti ga sempet masak, nyuci, anak jadi rewel ga keurus. Kalo anak rewel, nanti bundanya ikut uring-uringan, yang ada ayah juga jadi pusing". Paparmu lebih lengkap. Hm...Rasa-rasanya ini yang dulu aku pernah paparkan ketika merasa berat dengan doronganmu untuk aku yang berbisnis. Selain ga passion (jadi beban) juga khawatir anak dan rumah ga kepegang. Hihiii... Mungkin kamu mulai kasian melihat aku yang semakin kurus karena terbawa beban. Sayang, sungguh aku sangat legaaaaaa sekali mendengar kata-katamu kali ini. Allah Maha membolak-balikkan hati ya. Hehe..
Justru dengan diberikan keringanan dan pengertian ini, aku jadi semangat. Mumpung mencari tambahan untuk diri sendiri adalah side job bukan tuntutan utama, jadi harus cari yang bener-bener disuka dan ga ngebebanin. Ya, 99 pintu rizki itu dari perdagangan. Tapi mungkin bukan peranku untuk menjadi pelaku utama didalamnya. Peranku sekarang men-support suami menjalaninya. Dan aku? Ya, aku harus bisa menjalani peranku yang seharusnya dengan maksimal.
(malam ini terfikir ingin serius menekuni dunia menulis. Dunia yang sebenarnya sudah sejak lama aku ingini tapi tidak pernah benar-benar aku seriusi. Semoga diberikan jalan dan petunjuk yang terbaik menurut Allah. Seperti yang kulakukan ditengah malam ini, menulis, mencoba menumpahkan fikiran dan pengalamanku)